Beranda | Artikel
Menjelaskan Hakikat Mahram Kepada Anak
Rabu, 19 Desember 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Zaen

Menjelaskan Hakikat Mahram Kepada Anak adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan tentang cara mendidik anak secara Islami (fiqih pendidikan anak). Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. pada 3 Shafar 1439 H / 23 Oktober 2017 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Menjauhkan Anak dari Ikhtilat

Kajian Tentang Menjelaskan Hakikat Mahram Kepada Anak

Kali ini kita memasuki poin yang ke-6 yang amat disayangkan banyak di antara orang tua yang kurang memperhatikan point ini untuk dijelaskan kepada anak. Karena ternyata banyak juga diantara orang tua yang belum paham tentang hal ini.

Menjelaskan Hakikat Mahram

Istilah mahram mungkin masih asing ditelinga sebagian dari kita, karena yang sering kita dengar adalah muhrim. Mahram dan muhrim itu kedua-duanya adalah istilah Arab, bukan istilah Indonesia. Walaupun kemudian cukup familiar ditelinga orang-orang Indonesia. Maka perlu kita dudukkan penggunaannya dalam bahasa Arab itu apa? Baru kemudian kita bisa menilai istilah mana yang lebih pas sesuai dengan pembahasan yang sedang kita kaji saat ini.

Pertama, yang umum dimasyarakat adalah istilah muhrim. Muhrim dalam bahasa Arab artinya adalah orang yang berihram. Apa itu orang yang berihram? Orang yang berihram adalah orang yang akan menunaikan ibadah umroh atau ibadah haji. Jadi ketika orang sudah berniat, sudah melakukan perjalanan sampai menjelang miqot, kemudian dia berganti pakaian, dia sudah berniat, maka ada istilah pakaian ihram. Untuk kaum pria adalah 2 lembar kain. Nah, kalau orang sudah akan melakukan ibadah haji dan umrah, itu namanya dia orang yang sudah berihram atau istilah lainnya adalah muhrim.

Penggunaan istilah muhrim di Indonesia seringkali dipakai untuk mengistilahkan kerabat yang haram untuk dinikahi selamanya. Padahal kalau istilah itu, lebih pasnya adalah mahram. Maka mari kita berusaha untuk sedikit demi sedikit memperbaiki beberapa kekeliruan ucapan. Walaupun mungkin maksudnya benar, tapi seandainya kita perbaiki sesuai dengan aslinya maka akan lebih baik lagi.

Siapakah Mahram Kita?

Salah satu pelajaran yang perlu disampaikan kepada anak-anak kita adalah pelajaran tentang siapakah mahram itu? Tadi sudah kita sampaikan bahwa maharam itu adalah kerabat yang haram untuk dinikahi selamanya. Ketika haram dinikahi, berarti dia boleh berjalan bersama, dia boleh bepergian bersama, dia boleh duduk berduaan bersama, selama tentunya tidak ada fitnah-fitnah yang dikhawatirkan timbul. Inilah mahram.

Contoh Mahram

Pertama, contoh mahram adalah ayah kandung. Diatasnya ayah kandung adalah kakek dan seterusnya ke atas. Seterusnya ke atas itu maksudnya adalah kalau didalam istilah kita, diatas kakek ada buyut, nanti diatasnya lagi ada canggah, itu kalau misalnya masih hidup. Jadi ketika kita menemukan keterangan dari para ulama, ayah, kakek dan seterusnya keatas, itu maksudnya adalah kakek, buyut, canggah dan seterusnya.

Ini semua contoh yang pertama yang merupakan mahram. Sehingga ketika ada seorang anak perempuan, dia ingin bepergian dan bepergiannya bepergian jauh, maka hendaklah dia ditemani oleh salah satu mahramnya. Contohnya ayah kandungnya. Kenapa ayah kandungnya? Karena ayah kandung dia adalah mahram. Atau kalau misalnya masih ada kakek kandungnya, maka bisa ditemani oleh kakek kandungnya, karena kakek kandungnya adalah mahram.

Mau pergi haji misalnya, anak perempuan ditemani oleh ayahnya kandungnya, ditemani oleh kakek kandungnya, maka tidak masalah. Jadi mahram itu bukan hanya suami.

Kedua, bapak kandung suami. Bapak kandung suami istilah lainnya ditempat kita atau di Indonesia adalah mertua. Termasuk juga mahram adalah kakek kandung suami dan seterusnya keatas. Maka boleh ketika ada seorang menantu wanita, bepergian jauh ditemani oleh mertuanya. Itu tidak mengapa, tentunya sekali lagi ketika itu semuanya terhindar dari fitnah.

Ketiga, anak kandung sendiri. Yaitu yang lahir dari rahim dia sendiri. Seorang ibu menikah dengan seorang laki-laki, lalu hasil dari pernikahan ibu dan laki-laki tersebut lahirlah seorang anak laki-laki. Berarti anak laki-laki itu adalah mahram untuk ibunya. Maka tidak mengapa ketika ada seorang ibu pergi dibonceng oleh anak kandungnya. Tidak masalah, boleh. Karena dia adalah mahram.

Dalam hal ini termasuk juga anak kandung suami atau istilahnya adalah anak tiri. Misalnya janda menikah dengan duda. Janda membawa anak dan duda membawa anak. Anaknya ini setelah si janda ini menikah dengan duda tersebut, maka anaknya si duda ini adalah merupakan mahram buat janda tersebut.

Anak kandung sendiri, anak kandung suami dan seterusnya ke bawah. Nah, kalau ada kata-kata seterusnya ke bawah, itu berarti anak, cucu, cicit dan seterusnya.

Keempat, saudara kandung laki-laki. Saudara kandung adalah saudara sebapak dan seibu. Jadi kalau misalnya ada seorang kalau wanita, kemudian dia ingin bepergian dari Purbalingga ke Jogja, ternyata anak perempuan itu mempunyai kakak laki-laki. Bolehkah kakak kandung laki-laki itu menemani perempuan tersebut pergi ke Jogja? Jawabannya boleh karena itu adalah kakak kandung dan merupakan mahramnya.

Termasuk juga saudara seayah atau saudara seibu. Ketika dikatakan seayah, berarti beda ibu. Ketika dikatakan seibu, berarti beda ayah. Kalau sekandung, berarti sama ayah dan sama ibu.

Kelima, keponakan. Anda punya saudara laki-laki kemudian dia punya anak dan anaknya dia ini merupakan mahram untuk anda. Entah itu anak saudara kandung atau anak saudara seayah atau anak saudara seibu.

Keenam, anak saudara perempuan kandung. Jadi jika kita punya kakak laki-laki, punya kakak perempuan, maka anak-anak dari kakak perempuan maupun kakak laki-laki kita itu semua adalah mahram buat kita. Ini sedikit keterangan tentang maharam.

Anak-anak kita perlu ketika dia sudah mulai faham kita jelaskan. Ketika dia bergaul dengan saudara-saudaranya, mana yang boleh atau mana yang dianggap sebagai maharam. Kita beritahukan bahwa ini adalah mahrom, yang ini bukan, yang ini kenapa mahram? yang ini kenapa bukan mahram? Karena mohon maaf, di Indonesia hubungan itu akrab sekali dan ini saya dari satu sisi bagus. Terkadang karena dianggap semuanya saudara, dan memang kita semuanya saudara kalau di runtut sampai ke Nabi Adam ‘alaihissalam. Tapi masalah mahram tidak seperti itu. Cara mengukurnya mahram bukan yang penting kita satu buyut, yang penting kita satu canggah, yang penting itu bertemu di kakek nomor tujuh. Aturan mahram bukan seperti itu. Mahrom aturannya jelas.

Maka anak-anak ini harus kita jelaskan. Terus kalau sudah tahu mana mahram, mana bukan, maka kita harus jelaskan pula dengan siapa laki-laki boleh duduk berduaan dengan perempuan. Laki-laki duduk berduaan dengan perempuan berduaan, itu yang mana yang boleh? Tidak sembarangan! Bukan apa-apanya, bukan mahramnya, duduk berduaan, ini tidak diperbolehkan didalam agama kita. Termasuk juga yang tidak diperbolehkan adalah wanita bepergian jauh tanpa ditemani dengan mahramnya. Ini juga tidak diperbolehkan di dalam agama kita. Dan ketika agama kita melarang itu semua, tentu ada maslahatnya. Tidak mungkin agama kita melarang sesuatu atau mengajarkan sesuatu kalau tidak ada maslahatnya. Dan tidak mungkin agama kita melarang sesuatu kalau sesuatu yang dilarang itu tidak memiliki bahaya. Ini harus kita tanamkan didalam diri kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi)

Maksudnya adalah wanita yang bukan mahram. Jadi kalau wanita mahram tidaklah mengapa. Ibu berduaan dengan anaknya, suami berduaan dengan istrinya, kakak kandung berduaan dengan adiknya, atau seorang laki-laki berduaan dengan keponakannya (anak dari kakaknya atau anak dari adiknya). Ini semua tidak masalah. Tapi yang dimaksud larangan berduaan disini adalah larangan berduaan dengan wanita yang bukan apa-apanya. Dan ini amat disayangkan sering terjadi. Dan salah satu pemicunya adalah karena ketidak fahaman masyarakat tentang hakikat mahram.

Ini yang terkadang kita tidak sadari bahwa sepupu, ipar, itu bukan mahram. Sering ada boncengan antara seorang wanita dengan adik suaminya atau seorang wanita dengan kakak suaminya. Itu tidak boleh karena bukan mahramnya. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh salah seorang sahabatnya tentang saudaranya suami atau ipar. Dalam sebuah hadits dijelaskan:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ

Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maut disini maksudnya adalah orang bermudah-mudahan dalam masalah ini. Sehingga sering terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan gara-gara bermudah-mudahan. Coba sekarang, umumnya masyarakat kita kalau ada seorang wanita dibonceng oleh kakak laki-laki suaminya, tidak akan dipermasalahkan di masyarakat kita. Atau sebaliknya, ada seorang wanita dibonceng oleh adik laki-laki suami, ini juga tidak dipermasalahkan. Padahal itu tidak boleh karena bukan mahramnya. Dan betapa banyak terjadi hubungan terlarang antara seorang wanita dengan kakak suaminya atau dengan adik suaminya. Dan ini bukan kejadian sekali atau dua kali. Maka dari situlah kemudian Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa ipar adalah maut. Karena memang sangat berbahayanya pergaulan. Kalau tidak berhati-hati dengan saudara dari suami tersebut.

Ini aturan yang perlu dijelaskan kepada anak kita, yaitu larangan berdua-duaan dengan laki-laki atau perempuan tanpa didampingi mahramnya. Kemudian juga masalah bepergian. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya:

وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ

Dan tidak boleh pula seorang wanita bepergian jauh kecuali disertai mahramnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Simak penjelasannya pada menit ke-23:01

Simak Penjelasan Lengkap dan Download mp3 Kajian Tentang Menjauhkan Anak dari Ikhtilat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45494-menjelaskan-hakikat-mahram-kepada-anak/